Biarkan Syiah Bercerita
Tentang Kesesatan Agamanya"
Biarkan Syiah Bercerita
Tentang Kesesatan
Agamanya (1) Tingkat
pembahasan: Lanjutan
Penulis: Ustadz Abu
Abdirrahman al-Atsary
Abdullah Zain (Mahasiswa
S2, Universitas Islam
Madinah)
Segala puji bagi Allah Robb
semesta alam, sholawat dan
salam semoga selalu
terlimpahkan kepada junjungan
kita nabi Muhammad shallallahu
'alaihi wa sallam, para
sahabatnya, istri-istrinya dan
orang-orang yang senantiasa
setia mengikuti jalannya hingga
hari akhir nanti. Enam tahun
yang silam di salah satu
pesantren terbesar di
Indonesia, penulis menjadi salah
satu peserta dauroh yang
diadakan oleh Jami'ah Islamiyah
Madinah. Kebetulan ada suatu
kisah yang tidak terlupakan
hingga detik ini. Seperti
biasanya, sebelum pelajaran
dimulai, para dosen (baca:
masyayikh) mengabsen peserta
dauroh satu persatu. Hingga
sampai ke suatu nama, dosen
tersebut mengernyitkan
dahinya dan terheran-heran,
nama itu adalah Ayatullah
Khomeini, (kebetulan dia salah
seorang teman akrab penulis di
pesantren). Dosen itu bertanya,
"Kamu sunni (termasuk
golongan ahlus sunnah)?",
dengan tenangnya peserta itu
menjawab, "Iya", "Mengapa
kamu pakai nama dedengkot
Syiah?", "Karena bapak ana
ngasih nama seperti itu",
sahutnya. Setelah dialog singkat
itu sang dosen minta agar
teman kami tersebut mengganti
namanya. Penulis -dengan
lugunya- berkata dalam hati,
"Memangnya kenapa sich nggak
boleh pakai nama tokoh Syi'ah
tersebut? Masa gitu saja
dipermasalahkan! Toh dia juga
salah satu pejuang besar
dunia?!" Hari berganti hari,
bulan berganti bulan; setahun
kemudian penulis diberi
kesempatan oleh Allah
subhanahu wa ta'ala untuk
menuntut ilmu di kota Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam
tepatnya di Jami'ah Islamiyah. Di
situlah wawasannya mulai
terbuka sedikit demi sedikit,
pengetahuannya tentang
kelompok-kelompok yang
menisbatkan diri mereka
kepada agama Islam sedikit demi
sedikit mulai bertambah. Hingga
terbelalaklah matanya tatkala
mengetahui hakikat kelompok
Syi'ah. Dan hilanglah sudah
keheran-heranan dia enam
tahun yang silam, mengapa
sang dosen pengajar dauroh itu
begitu 'ngotot'-nya minta agar
peserta Ayatullah Khomeini
mengganti namanya. Maka,
dalam rangka menyampaikan
ilmu walaupun hanya sedikit,
juga berhubung semakin
menjamur dan larisnya ajaran
itu di tanah air kita, penulis
merasa berkewajiban untuk
menyampaikan sedikit dari apa
yang diketahuinya tentang
agama yang satu ini. Tulisan ini
ditranskrip, diterjemahkan dan
diringkas dari sebuah ceramah
ilmiah dalam suatu kaset yang
berjudul "Waqafat Ma'a Du'at
at- Taqrib" (Beberapa renungan
beserta para da'i penyeru
persatuan antara Ahlusunnah
dengan Syi'ah) yang
disampaikan oleh Syaikh
Abdullah as-Salafy. Kaset ini
bukan hanya membawakan
fakta dari perkataan-
perkataan ulama klasik Syi'ah
saja, tapi juga membawakan
fakta dari perkataan-
perkataan ulama kontemporer
mereka yang suaranya sempat
terekam dalam kaset, dan jatuh
ke tangan Ahlusunnah(*). Kami
ucapkan kepada para pembaca
yang budiman, Selamat
menikmati! (*) Perkataan-
perkataan ulama klasik mereka
kami sebutkan dengan
referensinya beserta nomor jilid
dan halamannya. Bagi yang
menginginkan bukti otentik
fakta-fakta tersebut bisa
merujuk ke kitab Ulama asy-
Syi'ah Yaqulun, Watsaiq
Mushawwarah Min Kutub asy-
Syi'ah, yang diterbitkan oleh
Markaz Ihya Turots Alul Bait.
Adapun perkataan-perkataan
ulama kontemporer mereka jika
terdapat dalam suatu kaset,
maka kami sebutkan dengan
kata-kata, "Dengarlah
perkataan fulan..." Suara asli
mereka bisa didengarkan dalam
kaset Waqafat Ma'a Du'at at-
Taqrib. FAKTA PERTAMA: Syi'ah
bercerita tentang keyakinan
mereka mengenai Ahlul Bait
(keluarga Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam). Ahlul bait
adalah: keluarga Ali, 'Aqil, Ja'far
dan Abbas. Tidak diragukan lagi
(menurut Ahlus Sunnah) bahwa
istri-istri nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam termasuk ahlul bait
karena Allah subhanahu wa
ta'ala berfirman:
ﻳَﺎﻧِﺴَﺎﺀَﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّﻟَﺴْﺘُﻦَّﻛَﺄَﺣَﺪٍﻣِﻦَ
ﺍﻟﻨِّﺴَﺎﺀِﺇِﻥِﺍﺗَّﻘَﻴْﺘُﻦَّﻓَﻼﺗَﺨْﻀَﻌْﻦَ
ﺑِﺎﻟْﻘَﻮْﻝِﻓَﻴَﻄْﻤَﻊَﺍﻟَّﺬِﻱﻓِﻲﻗَﻠْﺒِﻪِﻣَﺮَﺽٌ
ﻭَﻗُﻠْﻦَﻗَﻮْﻻًﻣَﻌْﺮُﻭﻓﺎً.ﻭَﻗَﺮْﻥَﻓِﻲ
ﺑُﻴُﻮﺗِﻜُﻦَّﻭَﻻﺗَﺒَﺮَّﺟْﻦَﺗَﺒَﺮُّﺝَﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ
ﺍﻟْﺄُﻭﻟَﻰﻭَﺃَﻗِﻤْﻦَﺍﻟﺼَّﻼﺓَﻭَﺁﺗِﻴﻦَ
ﺍﻟﺰَّﻛَﺎﺓَﻭَﺃَﻃِﻌْﻦَﺍﻟﻠَّﻪَﻭَﺭَﺳُﻮﻟَﻪُ
ﺇِﻧَّﻤَﺎﻳُﺮِﻳﺪُﺍﻟﻠَّﻪُﻟِﻴُﺬْﻫِﺐَﻋَﻨْﻜُﻢُ
ﺍﻟﺮِّﺟْﺲَﺃَﻫْﻞَﺍﻟْﺒَﻴْﺖِﻭَﻳُﻄَﻬِّﺮَﻛُﻢْ
ﺗَﻄْﻬِﻴﺮﺍً
"Hai istri-istri Nabi, kamu
sekalian tidaklah seperti wanita
yang lain, jika kamu bertakwa.
Maka janganlah kalian tunduk
dalam berbicara sehingga
berkeinginanlah orang yang ada
penyakit dalam hatinya, dan
ucapkanlah perkataan yang
baik, dan hendaklah kamu tetap
di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang jahiliah
yang dahulu dan dirikanlah
sholat, tunaikanlah zakat dan
taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud
hendak menghilangkan dosa
dari kamu, hai ahlul bait dan
membersihkan kamu sebersih-
bersihnya." (QS. Al Ahzab: 32-33)
Ayat ini merupakan dalil yang
sangat jelas bahwa istri-istri
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
termasuk ahlul bait (keluarga)
nya. Ahlusunnah mencintai dan
mengasihi ahlul bait, mencintai
dan mengasihi para sahabat
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.
Akan tetapi mereka
(Ahlusunnah) juga meyakini
bahwa tidak ada yang ma'shum
melainkan hanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam. Di
antara keyakinan mereka juga:
wahyu telah terputus dengan
wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam, tidak ada yang
mengetahui hal yang gaib
kecuali hanya Allah subhanahu
wa ta'ala, dan tidak seorang
pun dari para manusia yang
telah mati bangkit kembali
sebelum hari kiamat. Jadi, kita
Ahlusunnah menjunjung tinggi
keutamaan ahlul bait dan selalu
mendoakan mereka agar
senantiasa mendapatkan
rahmat Allah subhanahu wa
ta'ala, tidak lupa kita juga
berlepas diri dari musuh-musuh
mereka. Di pihak lain, orang-
orang Rafidhah (Rafidhah adalah
salah satu julukan kelompok
Syi'ah. Julukan ini disebutkan
oleh ulama kontemporer
mereka Al Majlisy dalam
kitabnya Bihar al-Anwar hal 68 ,
96 dan 97. Kata-kata Rafidhah
berasal dari fi'il rafadha yang
berarti menolak. Adapun asal
muasal mengapa mereka digelari
Rafidhah, ada berbagai versi.
Antara lain: Karena mereka
menolak kekhilafahan Abu Bakar
dan Umar. Versi lain
mengatakan karena mereka
menolak agama Islam. (lihat
Maqalat al-Islamiyin, karya Abu
al-Hasan al-Asy'ary jilid I, hal 89)
. Selain berlebih-lebihan dalam
mengagung-agungkan imam-
imam mereka dengan
mengatakan bahwasanya
mereka itu ma'shum dan lebih
utama dari para nabi dan para
rasul, mereka juga melekatkan
sifat-sifat tuhan di dalam diri
para imam, hingga
mengeluarkan mereka dari
batas-batas kemakhlukan! Tidak
diragukan lagi bahwa ini
merupakan sikap ghuluw
(berlebih-lebihan) yang paling
besar, paling jelek, paling rusak
dan paling kufur. Di antara
sikap ekstrem mereka, klaim
mereka bahwa para imam
mengetahui hal-hal yang gaib,
dan mereka mengetahui segala
yang ada di langit dan di bumi,
tidak terkecuali. Mereka
mengetahui apa-apa yang ada
dalam hati, apa-apa yang ada
dalam tulang belakang kaum
pria dan apa-apa yang ada
dalam rahim kaum wanita.
Mereka juga mengetahui apa
yang telah lalu dan yang akan
datang hingga hari kiamat. Al
Kulainy dalam kitabnya al-
Kaafi-yang mana ini merupakan
kitab yang paling shahih
menurut Rafidhah-, dia telah
mengkhususkan di dalamnya
bab-bab yang menguatkan
sikap ekstrem tersebut.
Contohnya: di jilid I, hal 261, dia
berkata, "Bab bahwasanya para
imam mengetahui apa yang
telah lalu dan apa yang akan
datang, serta bahwasanya
tidak ada sesuatu apapun yang
tersembunyi dari pengetahuan
mereka." Dia juga telah
meriwayatkan dalam halaman
yang sama dari sebagian
sahabat-sahabatnya bahwa
mereka mendengar Abu Abdillah
'alaihis salam (yang dia maksud
adalah Ja'far ash-Shadiq)
berkata, "Sesungguhnya aku
mengetahui apa-apa yang ada
di langit dan di bumi, aku
mengetahui apa-apa yang ada
di dalam surya dan aku
mengetahui apa yang telah lalu
serta yang akan datang." Dia
juga berkata dalam jilid I, hal
258, "Bab bahwasanya para
imam mengetahui kapan mereka
akan mati dan mereka tidak
akan mati kecuali dengan
kemauan mereka sendiri." Di
antara bukti-bukti sikap
ekstrem orang-orang Syi'ah,
klaim mereka para imam memiliki
kekuasaan untuk mengatur
alam semesta ini semau mereka;
mereka bisa menghidupkan
orang yang telah mati, juga
menyembuhkan orang yang
buta, orang yang terkena
kusta, kemudian dunia akhirat
milik para imam, mereka berikan
kepada siapa saja sesuai
dengan kehendak mereka. Al-
Kulainy di jilid I, hal 470
meriwayatkan dengan sanadnya
dari Abu Bashir bahwa ia
bertanya kepada Abu Ja'far
'alaihis salam, "Apakah kalian
pewaris nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam?" Dia menjawab,
"Benar!" Lantas aku bertanya
lagi, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam pewaris para nabi
mengetahui apa yang mereka
ketahui?" "Benar!", jawabnya.
Aku kembali bertanya,
"Mampukah kalian
menghidupkan orang yang
sudah mati dan menyembuhkan
orang yang buta dan orang
yang terkena penyakit kusta?"
"Ya, dengan izin Allah",
sahutnya." Husain bin Abdul
Wahab dalam kitabnya 'Uyun al-
Mu'jizat hal 28 bercerita
bahwasanya, Ali pernah berkata
kepada sesosok mayat yang
tidak diketahui pembunuhnya,
"Berdirilah - dengan izin Allah-
wahai Mudrik bin Handzalah bin
Ghassan bin Buhairah bin 'Amr
bin al-Fadhl bin Hubab!
Sesungguhnya Allah dengan izin-
Nya telah menghidupkanmu
dengan kedua tanganku!" Maka
berkatalah Abu Ja'far Maytsam,
Sesosok tubuh itu bangkit
dalam keadaan memiliki sifat-
sifat yang lebih sempurna dari
matahari dan bulan, sembari
berkata, "Aku dengar
panggilanmu wahai yang
menghidupkan tulang, wahai
hujjah Allah di kalangan umat
manusia, wahai satu-satunya
yang memberikan kebaikan dan
kenikmatan. Aku dengar
panggilanmu wahai Ali, wahai
Yang Maha Mengetahui." Maka
berkatalah amirul-mu'minin,
"Siapakah yang telah
membunuhmu?" Lantas orang
tersebut memberitahukan
pembunuhnya. Berkata al-
Kasany dalam kitabnya 'Ilm al-
Yaqin fi Ma'rifati Ushul ad-Din
jilid II, hal 597, "Semua makhluk
diciptakan untuk mereka (para
imam), dari mereka, karena
mereka, dengan mereka dan
akan kembali kepada mereka.
Karena -tanpa diragukan lagi-
Allah subhanahu wa ta'ala
menciptakan dunia dan akhirat
hanya untuk mereka. Dunia dan
akhirat untuk mereka dan milik
mereka. Para manusia adalah
budak-budak mereka!"
Dengarlah salah seorang syaikh
mereka Baqir al-faly yang
mengatakan bahwasanya
Nabiyullah Isa 'alaihis salam
mendapatkan kehormatan
untuk menjadi budak Ali
rodhiallahu 'anhu, "Wahai para
manusia, beberapa hari yang
lalu telah dirayakan hari
kelahiran Isa al- Masih, yang
telah mendapatkan kehormatan
untuk menjadi budak Ali bin Abi
Thalib!" Berkata Imam mereka
Ayatullah al-Khomeini di dalam
kitabnya Al- Hukumah al-
Islamiyah hal 52, "Sesungguhnya
para Imam memiliki kedudukan
terpuji, derajat yang tinggi dan
kekuasaan terhadap alam
semesta, di mana seluruh
bagian alam ini tunduk terhadap
kekuasaan dan pengawasan
mereka." Sulaim bin Qois dalam
kitabnya hal 245 dengan
'gagahnya' berdusta dengan
perkataannya, Bahwa Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam
pernah berkata kepada Ali,
"Wahai Ali, sesungguhnya
engkau adalah ilmu
pengetahuan Allah yang paling
agung sesudahku, engkau
adalah tempat bersandar yang
paling besar di hari kiamat.
Barang siapa bernaung di
bawah bayanganmu niscaya
akan meraih kemenangan.
Karena hisab (penghitungan
amal) para makhluk berada di
tanganmu, tempat kembali
mereka adalah kepadamu. Mizan
(timbangan amalan), shirath
(jalan yang mengantarkan para
hamba ke surga), dan al-mauqif
(tempat berkumpulnya semua
makhluk di hari akhir) semua itu
adalah milikmu. Maka barang
siapa yang bersandar
kepadamu, niscaya akan
selamat dan barang siapa yang
menyelisihimu niscaya akan
celaka dan binasa! Ya Allah,
saksikanlah 3x!" Na'udzubillah...
Dengarlah Basim al-Karbalaiy
menghasung dan mendorong
orang-orang Rafidhah untuk
pergi ke kuburan Ali radhiallahu
'anhu dan meminta kesembuhan
darinya, berihram dan thawaf di
sekitar kuburannya, "Wahai
yang berada di bawah kubah
putih di kota Najaf! Wahai Ali!
Barang siapa yang berziarah ke
kuburanmu dan meminta
kesembuhan darimu niscaya dia
akan sembuh!" Di dalam kitab
Wasail ad-Darojat karangan
ash-Shaffar (hal 84), Abu
Abdillah berkata: Konon Amirul
Mu'minin pernah berkata, "Aku
adalah ilmu Allah, aku adalah
hati Allah yang sadar, aku
adalah mulut Allah yang
berbicara, aku adalah mata
Allah yang melihat, aku adalah
pinggang Allah, aku adalah
tangan Allah." Na'uzubillah dari
ghuluw ini! Dengarlah Muhsin al-
Khuwailidy dalam khotbah
kufurnya di mana dia
melekatkan kepada Ali sifat-
sifat rububiyah Allah, "Dan di
antara khutbah-khutbahnya
shallallahu 'alaihi wa sallam: Aku
mempunyai semua kunci hal-hal
yang gaib, tidak ada yang
mengetahuinya sesudah
Rasulullah kecuali aku. Aku-lah
penguasa hisab, aku pemilik
sirath dan mauqif, aku pembagi
(distributor) surga dan neraka
dengan perintah Robb-ku.
Akulah yang menumbuhkan
dedaunan dan mematangkan
buah-buahan. Akulah yang
memancarkan mata air dan
mengalirkan sungai- sungai.
Akulah yang menyimpan ilmu,
akulah yang meniupkan tiupan
pertama yang mengguncangkan
alam, akulah sang petir, akulah
shaihah. Aku adalah Al Quran
yang tidak ada keraguan di
dalamnya. Akulah asma al-husna
yang para hamba diperintahkan
untuk berdoa dengannya.
Akulah yang memiliki sangkakala
dan yang membangkitkan
manusia dari dalam kubur.
Akulah penguasa hari
kebangkitan. Akulah yang
menyelamatkan Nuh, yang
menyembuhkan Ayub. Akulah
yang menegakkan langit dengan
perintah Tuhanku. Akulah si
pemegang keputusan yang
tidak dapat diubah, hisab para
makhluk berada di tanganku.
Para makhluk menyerahkan
urusannya kepadaku. Akulah
yang mengokohkan gunung-
gunung yang menjulang tinggi,
yang memancarkan mata air,
dan yang menciptakan alam
semesta. Akulah yang
membangkitkan para mayat,
yang menurunkan kuburan.
Akulah yang memberi cahaya
matahari, bulan dan bintang.
Akulah yang membangkitkan
hari kiamat, yang mengetahui
hal yang telah lalu dan yang
akan datang. Akulah yang
membinasakan para raja lalim
terdahulu dan yang
melenyapkan negeri-negeri.
Akulah yang menciptakan
gempa, yang membuat gerhana
matahari dan bulan. Aku pula
yang menghancurkan fir'aun-
fir'aun dengan pedangku ini.
Akulah yang ditugasi Allah untuk
melindungi orang-orang lemah
dan Allah perintahkan mereka
taat kepadaku." Dalam kitab
Kasyf al-Yaqin Fi Fadhail Amir al-
Mu'minin karya Hasan bin Yusuf
bin al- Muthahhir al-Hilly (hal 8)
disebutkan, Akhthab Khawarizm
meriwayatkan dari Abdulloh bin
Mas'ud bahwasanya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: Tatkala Allah ciptakan
Adam dan Dia tiupkan ruh-Nya
ke dalamnya, Adam bersin
lantas mengucapkan,
"Alhamdulillah!" Maka Allah
mewahyukan padanya, "Engkau
telah memuji- Ku wahai hamba-
Ku, demi kekuatan dan
keagungan-Ku kalau bukan
karena dua hamba yang akan
Kutempatkan mereka di dunia,
niscaya Aku tidak akan
menciptakanmu wahai Adam!"
Serta merta Adam bertanya,
"Mereka berdua dari
keturunanku?", "Betul wahai
Adam. Angkatlah kepalamu dan
lihatlah!" Maka Adam
mengangkat kepalanya, dan
ternyata telah tertulis di atas
'Arsy, "Tidak ada yang berhak
disembah selain Allah,
Muhammad nabi kasih sayang
dan Ali penegak hujjah. Barang
siapa yang mengetahui hak Ali
maka dia akan suci dan bahagia,
dan barang siapa yang taat
kepadanya meskipun dia
berbuat maksiat kepada-Ku
akan Kumasukkan ke dalam
surga. Aku bersumpah demi
kepekerkasaan-Ku; barang
siapa yang tidak taat kepada
Ali meskipun dia taat kepada-
Ku, niscaya akan Kumasukkan
ke dalam neraka!" Lihatlah
wahai para hamba Allah,
bagaimana dia mengedepankan
ketaatan kepada Ali di atas
ketaatan kepada Allah!!!
Berkata Ni'matullah al-Jazairy
dalam kitabnya al-Anwar an-
Nu'maniyah (jilid I, hal 33 ):
Pengarang buku Masyariq al-
Anwar telah meriwayatkan
dengan sanadnya kepada al-
Mufadhal bin 'Amr: Aku pernah
bertanya kepada Abu Abdillah
'alaihis salaam tentang perihal
sang imam; bagaimana ia bisa
tahu apa yang ada di penjuru
bumi, padahal ia berada di
rumah yang tertutup? Lantas
ia menjawab, "Wahai Mufadhal,
sesungguhnya Allah telah
menciptakan di dalam diri
mereka 5 ruh: Ruh kehidupan,
yang dengannya dia bisa
memukul dan naik. Ruh
kekuatan, yang dengannya dia
bisa bangkit. Ruh syahwat, yang
dengannya dia bisa makan dan
minum. Ruh keimanan, yang
dengannya dia memerintahkan
dan berbuat adil. Ruh kudus,
yang dengannya dia
mengemban kenabian. Jika Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam
wafat, berpindahlah ruh kudus
ke tubuh sang imam, maka dia
tidak akan pernah lalai dan
lengah. Dengan ruh itulah dia
bisa melihat apapun yang ada di
penjuru dunia. Tidak ada
sesuatu pun di bumi dan di
langit yang tersembunyi dari
sang imam. Dia bisa mengetahui
semua yang ada di langit
semesta, sekecil dan selirih
apapun dia. Barang siapa yang
tidak memiliki sifat-sifat ini,
maka dia bukanlah seorang
imam!" Na'udzubillah dari ghuluw
ini!! Berkata Ni'matullah al-
Jazairy dalam kitabnya al-
Anwar an- Nu'maniyah (jilid I, hal
30), Ali bin Abi Thalib pernah
berkata, "Demi Allah,
sesungguhnya aku bersama
Ibrahim ketika dilemparkan ke
dalam api dan akulah yang
menjadikan api itu dingin serta
menyelamatkan. Aku juga
bersama Nuh di kapalnya lantas
akulah yang menyelamatkan dia
dari ketenggelaman. Aku juga
bersama Musa, lantas aku
ajarkan Taurat kepadanya. Aku
jugalah yang menjadikan Isa
berbicara saat dia masih dalam
buaian, kemudian kuajarkan Injil
padanya. Akulah yang bersama
Yusuf di dalam sumur, lantas
kuselamatkan dia dari tipu daya
saudara-saudaranya. Dan aku
bersama Sulaiman di atas
permadani, kemudian aku
hembuskan angin baginya."
Lantas apa yang tersisa untuk
Allah?! Na'udzubillah dari ghuluw
ini!! Ziarah Makam Husain Lebih
Utama Dari Haji Ke Baitullah
Dalam kitab Wasail asy-Syiah
karangan al-Hurr al-'Amily (jilid I,
hal 371 ) dan di dalam kitab al-
Mazar karangan al-Mufid (hal
58) disebutkan: Dari Yunus bin
Dzobyan, berkata Abu Abdillah,
"Barang siapa yang ziarah ke
makam Husain pada malam
pertengahan bulan Sya'ban,
malam Idul Fitri dan malam hari
Arafah dalam satu tahun,
niscaya Allah akan tuliskan
baginya pahala 1000 ibadah haji
yang mabrur, 1000 ibadah
umrah yang diterima dan akan
dikabulkan baginya 1000 doa
yang berkenaan dengan
kebutuhan-kebutuhan dia di
dunia dan akhirat." Bahkan
menurut orang-orang Rafidhah,
para penziarah makam Husain
itu lebih utama daripada orang-
orang yang berada di padang
Arafah. Dalam kitab Wasail asy-
Syiah karangan al- Hurr
al-'Amily (jilid X,hal 361 ) dan
kitab Tahdzib al-Ahkam karya
Abu Ja'far ath-Thusy (jilid VI, hal
42) disebutkan: Dari Ali bin
Asbath, dari sebagian sahabat-
sahabat kami, dari Abu Abdillah
'alaihi salam bahwa dia ditanya,
"Benarkah Allah mendahulukan
'menengok' para peziarah
makam Ali bin Husain 'alaihi
salam sebelum 'menengok'
orang-orang yang berada di
padang Arafah?", "Betul"
jawabnya. Lantas dia kembali
ditanya, "Bagaimana itu bisa
terjadi?" Dia menjawab, "Karena
di antara orang-orang yang
berada di padang Arafah
terdapat anak-anak hasil
perzinaan, adapun para
penziarah makam Husain
seluruhnya suci tidak ada
satupun anak hasil
perzinaan." (Bagaimana mungkin
mereka menganggap semua
orang Syi'ah suci dan bukan
hasil perzinaan, padahal zina
(baca: nikah mut'ah) sendiri
mereka anggap merupakan
salah satu ritual ibadah yang
paling utama?!! (- pen).
Na'udzubillah! Dalam kitab
Tahdzib al-Ahkam karya Abu
Ja'far ath-Thusy (jilid V, hal
372) disebutkan: Dari Zaid asy-
Syahham, dari Abu Abdillah
'alaihi salam berkata, "Barang
siapa yang ziarah makam Abu
Abdillah (Husain) 'alaihis salam
pada hari 'Asyura sedang dia
mengetahui hak-haknya,
seakan-akan dia telah
menziarahi Allah di 'Arsy-Nya."
Na'udzubillah dari ghuluw dan
kesesatan ini!
-bersambung insya Allah-